Selasa, 26 November 2013

Cerita Pendek

Written by : Duhita Al-Hayyu .P
            19:45
        Alarm yang menunjukkan bahwa waktu sudah pukul 7.00 berbunyi. Menandakan bahwa sudah saatnya aku bersiap-siap dan bergegas ke kantor. Akhir-akhir ini, aku memang selalu disibukkan dengan pekerjaanku yang semakin lama semakin berat saja. Setelah siap-siap, aku bergegas berangkat ke kantorku.
          Hari-hari di kantor berjalan seperti biasa, tidak ada sesuatu yang terjadi. Aku menyelesaikan pekerjaanku dengan sedikit terburu-buru karena aku hanya ingin kembali ke apartemenku. Aku melirik jam emas yang melingkar di tanganku, waktu sudah menunjukkan pukul 18.18, waktunya aku untuk pulang (jika tidak ada pekerjaan lain yang harus diurus). Lagipula, aku tidak ingin ketinggalan subway hari ini.
          Aku sampai di stasiun subway pada pukul 18.23, tepat tujuh menit sebelum subway itu berangkat. Aku selalu pulang pada jadwal subway yang sama. Pengumuman berkata bahwa subway yang akan kutumpangi akan segera berangkat. Aku langsung berjalan ke depan pintu subway, pintu itu terbuka. Saat melihatnya duduk disana, aku langsung tersenyum. Ya, dia ada disana, ditempat biasa ia duduk. Terlihat cantik dengan rambut panjang cokelatnya yang digerai, ditemani oleh buku bacaannya. Aku suka memandanginya, melihatnya tenggelam dalam bacaannya, tanpa memperdulikan suasana sekitarnya.
          Pasti kalian penasaran siapa dia? Ya, dia adalah alasan mengapa aku tidak ingin tertinggal subway, alasan mengapa aku selalu pulang tepat waktu. Sudah 2 bulan belakangan ini aku memperhatikannya, selama 2 bulan belakangan ini juga ia telah menaiki subway dengan jadwal keberangkatan yang sama, yaitu pukul 18.30.
          Dia adalah gadis cantik bermata hijau, kulit putih dan berambut cokelat. Dari cara berpakaiannya, sepertinya dia bukanlah karyawan di suatu kantor, mungkin dia bekerja di suatu toko di pusat kota.
          Aku selalu memperhatikannya sepanjang perjalanan, dia tidak membosankan untuk dilihat. Sepertinya dia tidak pernah menyadari bahwa aku selalu memperhatikannya.
Pemberhentian berikutnya adalah tempat dimana ia selalu turun. Saat dia turun, aku melihatnya menatapku. Dia tersenyum padaku, ya, dia tersenyum padaku.
***
Aku masih belum bisa mempercayainya. Sekarang sudah jam 2 pagi, dan aku masih belum bisa tidur. Biarkanlah, karena besok hari libur, tapi itu berarti aku tidak bisa bertemu dengannya di subway.
***
Suara telepon yang nyaring membuatku terbangun dari tidurku yang nyenyak. Siapa yang menelponku pagi-pagi? padahal ini hari Minggu, batinku. Aku mengambil telepon genggamku yang terletak disamping tempat tidurku. Ternyata masih pukul 06.50, dan ternyata yang menelpon adalah bosku. Ada apa dia menelponku pagi-pagi seperti ini? Batinku lagi, heran dan sedikit panik. Akhirnya aku mengangkatnya
          “Halo?”
          “Pagi, saya hanya ingin bertanya apa kau bisa datang lebih pagi ke kantor besok Senin? Saya ada kabar gembira untukmu.”
          “Wah, kabar gembira apa Boss?”
          “Sudah, besok pagi saja ya”
          “Oke, saya tunggu besok pagi. Terima kasih”
***
       Keesokan harinya, aku bangun lebih pagi dari biasanya karena telah memiliki janji terhadap bossku. Aku berangkat menuju kantor pada pukul 6.00, lebih pagi dari biasanya. Aku mengunci apartemen kecilku yang terletak di pinggir kota ini. Sepertinya orang-orang disini belum bangun dari tidur pulas mereka. Aku bergegas pergi menuju stasiun subway yang terletak tidak jauh dari apartemenku.
Suasana pagi itu masih dingin dan sepi. Aku memang selalu berangkat dan pulang dari kantorku dengan subway dan dengan jadwal yang sama pula setiap harinya.
***
Aku sampai di kantor pada pukul 06.45. Aku langsung menuju ke ruangan bossku.
“Pagi, boss” aku meyapa bossku yang terlihat sedikit sibuk
“Pagi. Wah, ternyata kau sudah datang” Kemudian Ia mepersilahkanku duduk
“Terima kasih. Ngomong-ngomong, ada kabar gembira apa, boss?”
“Begini, saya memperhatikan pekerjaanmu belakangan ini. Kamu selalu bekerja keras dan sangat rajin, hasil pekerjaanmu juga meningkat pesat.”
“Wah, terima kasih. Lalu, apa kabar baiknya, boss?”
“Setelah memikirkannya matang-matang, saya ingin memindah tugaskan kamu ke USA untuk beberapa bulan, bagaimana?”

Aku sangat kaget sekaligus senang mendengarnya, ini adalah sesuatu yang selalu aku inginkan, sesuatu yang sangat besar. Tapi sebaliknya, aku malah sedih mengetahui bahwa kemungkinan aku tidak akan pernah melihatnya lagi. Perempuan yang membuatku jatuh hati saat pertama kali melihatnya.
“Bagaimana? Apa kau menerima tawaran hebat ini?” Kata bossku, menyadarkanku dari lamunan sementara
“Pasti, pasti kuterima dengan senang hati tawaran itu”
“Lalu mengapa kau terlihat sedih?”
“Tentu saja tidak, bagaimana mungkin aku bisa sedih? Ini adalah hal yang selalu aku impikan sejak masuk perusahaan ini”
“Tentu saja”
“Lalu, kapan aku berangkat ke USA?”
Well, kau punya waktu 3 hari lagi untuk melakukan apapun yang kau mau di kota ini”
3 hari bukanlah waktu yang lama, aku harus segera menemuinya, batinku.
“Oke, terima kasih atas kabar gembiranya, boss!”
“Selamat, ya! Pertahankan kerja bagusmu”
“Baik, boss” Kataku tersenyum dan meninggalkan ruangannya.
Aku hanya duduk dimejaku sambil memikirkan apa kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Aku tidak punya banyak pekerjaan lagi, jadi aku hanya diam sambil membereskan barang-barangku. Jika aku bertemu dengannya nanti, aku akan berbicara padanya, batinku dengan sangat yakin.
Saat jam sudah menunjukkan pukul 18.10, aku meninggalkan kantorku dan pergi menuju stasiun subway. Aku menunggu subway tiba dari kejauhan. Subway itu berhenti dan pintu subway tepat berada didepanku. Hatiku berdegup kencang saat pintu subway itu terbuka. Dia ada disana, seperti biasanya. Aku hanya memandanginya sepanjang perjalanan.
Waktu berjalan begitu cepat hingga sudah tiba saatnya ia turun. Aku melihatnya keluar dari pintu subway, aku sangat menyesal. Mengapa aku mengurungkan niatku untuk berbicara padanya? Aku juga tidak tau, tubuhku terasa sangat kaku saat melihatnya.
Hari selanjutnya, aku tidak pergi ke kantor karena aku membereskan barang-barang di apartemenku. Besok adalah kesempatan terakhirku untuk mencoba berbicara padanya.
***
Aku berangkat menuju kantor seperti biasanya. Saat sampai, aku langsung mengurus surat-surat dan dokumen-dokumen penting untuk keberangkatanku besok pagi ke USA. Pesawatku akan berangkat jam 4 pagi.
Aku membereskan mejaku untuk yang terakhir kalinya. Aku tidak boleh melewatkan kesempatan terakhirku malam ini, batinku. Aku terus meyakinkan diriku sendiri. 18.30, tidak boleh terlambat.

Tiba-tiba aku merasakan ada yang menepuk pundakku, dan aku tersadar bahwa aku tertidur selama ini!
“Hey! Mengapa kau tidak pulang? Ini kan sudah larut malam, dan kau akan pergi besok” kata seorang rekanku
“APA?! Jam berapa sekarang?!” teriakku kaget.
Aku langsung melirik jam tanganku….
18.25, sial!
“Mengapa kau tidak membangunkanku daritadi?!”
“Maaf, aku tidak tau kalau kau ada urusan”
“Ah… sudahlah!”
Aku langsung mengambil barang-barangku yang ada diatas meja dengan kasar dan berlari secepat mungkin menuju stasiun subway. Aku terus berlari tanpa henti, tidak ada waktu lagi, ini kesempatan terakhirku!
Aku sampai di stasiun tepat pada waktunya, 18.30. Aku berlari menuju subway. Tetapi aku terlambat, pintunya sudah tertutup. Aku hanya bisa melihat Subway itu berjalan pergi, membawa serta harapanku pergi.
Aku sangat menyesal, mengapa aku tidak mengajaknya berbicara saat pertama aku melihatnya? Aku hanya bisa terduduk menyesal merenungi perbuatanku sebelumnya. 
Apa yang bisa aku perbuat? Akhirnya aku memutuskan untuk balik badan dan menunggu kereta berikutnya. Aku merasa gagal dan putus asa.
Tapi………….
Disitulah aku melihatnya. Dia sedang berlari, tepat di depan pintu stasiun. Sepertinya dia terlambat.
Aku berjalan menghampirinya. Dia menatapku kaget, tapi kemudian senyum indah mengembang di pipinya. Aku tahu arti senyumnya, aku tahu bahwa selama ini, dia tau bahwa aku  selalu memperhatikannya.
“Kau ketinggalan subway” Kataku padanya
“Ya, kau juga ketinggalan” jawabnya
“Bagaimana kalau kita menunggu Subway berikutnya? Subway pukul 19.45?”
Dia tersenyum.

THE END

by Duhita Al-Hayyu




Tidak ada komentar:

Posting Komentar